GMNI Banyuwangi Kritisi RKUHAP: Soroti Potensi Penyalahgunaan Kewenangan

$rows[judul]

BANYUWANGI – Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Banyuwangi, Rozakki Muhtar, menyuarakan kritik terhadap sejumlah poin dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Rancangan ini tengah menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, dan masyarakat sipil.



Rozak sapaan akrab Sekertaris DPC GMNI Banyuwangi, menyoroti secara khusus isu pemberian kewenangan baru kepada penuntut umum, terutama dalam hal penyidikan. Menurutnya, langkah ini memerlukan kajian mendalam karena berisiko menimbulkan potensi penyalahgunaan kewenangan. 


Baca Juga : Dinas Pendidikan Banyuwangi Berharap Rumah Pintar Buatan PT BSI Segera Beroperasi Secara Resmi



“Fungsi diferensiasi fungsional dalam setiap institusi penegak hukum harus diperkuat. Jangan sampai kewenangan baru ini justru menciptakan tumpang tindih dalam penegakan hukum,” kata Rozak, Sabtu (15/3/2025).



Rozak menambahkan bahwa setiap institusi penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, hakim, maupun advokat, seharusnya diperkuat dalam kapasitasnya masing-masing sebagai bagian dari catur wangsa dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. 



"Pentingnya menjaga pembagian fungsi yang jelas antara lembaga-lembaga tersebut demi memastikan sistem hukum yang adil dan efektif," jelasnya. 



Selain itu, Rozak mengingatkan bahwa tujuan utama hukum acara pidana adalah melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum. Ia menggarisbawahi pentingnya mekanisme pengawasan yang kuat terhadap kewenangan baru yang diberikan dalam RKUHAP. 



“Revisi ini harus memastikan adanya mekanisme check and balance yang kuat. Jangan sampai upaya perubahan ini melemahkan perlindungan hukum bagi masyarakat,” ujarnya.



GMNI Banyuwangi berharap revisi RKUHAP tidak hanya ditujukan untuk efisiensi, tetapi juga berorientasi pada perlindungan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Rozakki menegaskan bahwa revisi yang baik harus menjaga keseimbangan kewenangan di antara lembaga penegak hukum tanpa menimbulkan potensi penyimpangan. 



“Kami menyerukan bahwa perubahan ini tidak boleh dilakukan dengan terburu-buru. Harus ada diskusi yang melibatkan semua elemen masyarakat untuk memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar berlandaskan pada prinsip keadilan dan keberpihakan kepada rakyat,” pungkasnya. (*)