BANYUWANGI - Statement yang dilontarkan Ketua umum PBNU pada Harlah NU ke-102 di Istora Senayan Jakarta pada 5 Februari kemarin menjadi atensi bagi kader-kader Ikatan pelajar Nahdlatul ulama diseluruh Indonesia.
Bagaimana tidak, Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU menyebut IPNU sebagai Ikatan Putra Nahdlatul ulama & IPPNU sebagai Ikatan Putra Putri Nahdlatul ulama.
*Sejarah perubahan nama Ikatan Putra Nahdlatul ulama ke Ikatan pelajar Nahdlatul ulama*
Pada kongres ke X di Jombang, ikatan pelajar Nahdlatul ulama diganti menjadi ikatan putra Nahdlatul ulama.
Hal ini disebabkan organisasi pelajar yang diakui pemerintah hanya OSIS sebagai organisasi intra sekolah dan Pramuka sebagai organisasi ekstra sekolah.
Namun pada kongres XIV tanggal 18 – 24 Juni 2003 di Surabaya IPNU sepakat untuk kembali ke khitahnya dengan berganti nama menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dengan orientasi pelajar, santri dan mahasiswa sebagai ladang garapnya.
Tentu perubahan nama organisasi tersebut melewati berbagai macam perdebatan dalam kongres yang merupakan forum permusyawaratan tertinggi di organisasi.
Dari sejarah panjang dan dinamika perjalanannya IPNU & IPPNU ini tetap eksis dan bertahan dengan tugas-tugas beratnya sebagai gerbang awal kaderisasi dan ideologisasi di anak-anak NU.
Namun sepertinya Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU abai dengan proses dan dinamika internal di IPNU tersebut. sehingga statement beliau dalam Harlah NU ke-102 terkesan sepihak dan tidak menghargai hasil kongres IPNU yang menetap namanya sebagai Ikatan pelajar Nahdlatul ulama. Hal ini tentu menggoreskan luka serta kekecewaan yang mendalam bagi seluruh kader IPNU di Indonesia.
*Kesalahan penyebutan nama organisasi menyiratkan ketidakpedulian*
Dalam Funcitional discourse Anlisys , Michael Halliday menerangkan bahwa bahasa memiliki tiga fungsi utama yakni :Ideational (Mengungkapkan gagasan), Interpersonal (Mengatur hubungan sosial) dan tekstual (Mengorganisir teks).
Jika didasarkan pada teori tersebut, Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU tidak memperhatikan fungsi bahasa sebagai pengatur hubungan sosial, karena dalam pidatonya Gus Yahya gagal dalam menghargai salah satu badan otonom didalam organisasi yang ia pimpin.
Bagaimana tidak? Kesalahan penyebutan nama organisasi tersebut wajarlah menjadi atensi di seluruh kader IPNU, karena bagaimanapun nama organisasi adalah harkat dan martabat bagi setiap kader didalamnya, apalagi kesalahan itu dilakukan oleh pemimpin tertingginya.
Kesalahan penyebutan ini juga mengindikasikan ketidakpedulian Gus Yahya terhadap IPNU sebagai organisasi dibawah naungan NU. Jangankan kita tanya perihal perkembangan IPNU kedepan sebagai Organisasi kaderisasi paling awal di NU, untuk menyebutkan nama IPNU dengan benar sesuai Amanat Kongres IPNU ke XIV saja salah.
*Atensi: pernyataan sikap Pelajar NU Banyuwangi*
Penyebutan nama banom yang salah oleh Pimpinan Tertinggi NU bukanlah sesuatu yang biasa, kesalahan seperti ini tidak layak untuk diabaikan karena menyangkut harkat dan martabat organisasi sebagai kebanggaan para kadernya.
Tentu dalam hal ini kami pelajar NU Banyuwangi menyayangkan atas kesalahan penyebutan yang dilakukan ketua umum PBNU tersebut.
Sehingga kami meminta Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU mengklarifikasi serta memberikan perhatian khusus kepada Ikatan pelajar Nahdlatul ulama sebagai Banom NU yang memiliki tugas ideologi dan kaderisasi ditingkat paling bawah.
Opini oleh: M.Fathurrozak (Direktur SCC PC IPNU BANYUWANGI)