Sofiandi Jelaskan Ambisi DPRD Banyuwangi pada Raperda Tahun Ini

$rows[judul]

Banyuwangi - Tahun 2023, ada 17 raperda yang masuk dalam daftar program pembentukan Perda di DPRD Banyuwangi. Hingga bulan November ini, sebanyak 10 Raperda sudah diparipurnakan dan dilakukan fasilitasi.

Sisanya ada yang harus dilakukan revisi atau perbaikan, dan ada pula yang masih dalam proses pembahasan.



Baca Juga : Ketua DPRD Berbagi Kunci Sukses Tumbuhkan Ekonomi Banyuwangi

Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi menyatakan, dari 17 raperda yang masuk list propemperda itu ada yang sudah dilakukan finalisasi, artinya sudah diparipurnakan.


Tapi ada pula yang masih dalam proses fasilitasi, ada yang masih proses pembahasan di tingkat pansus, dan ada juga yang masih dalam proses harmonisasi.


“Dan ada lagi yang gagal harmonisasi. Maksudnya gagal, ada koreksi dari Kanwil Kemenkumham untuk dilakukan revisi atau perbaikan yang sifatnya substansial,” tegasnya.


Lebih rinci, dijelaskan, dari 17 raperda itu, ada 10 raperda yang sudah diparipurnakan dan difasilitasi, tiga raperda sedang dalam proses pembahasan dan tiga raperda ada koreksi dari Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan revisi dan perbaikan.


Sebanyak 10 raperda tersebut ada beberapa yang masih menunggu untuk dilakukan paripurna tahapan fasilitasi dari Gubernur Jawa Timur.


Dia menegaskan, sejak awal memang target penyelesaian raperda tahun ini antara 60-70 persen atau setara 9-10 raperda. Karena penentu keputusan suatu raperda lanjut atau tidak tergantung Kanwil Kemenkum HAM Jawa Timur.


“Jadi bukan ketentuan kita seperti sebelum-sebelumnya,”  terangnya.


Dia mencontohkan, ada tiga raperda yang dikembalikan untuk dilakukan koreksi. Yakni raperda tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI), raperda tentang Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan, serta raperda tentang Produk Unggulan Daerah.


Namun untuk raperda tentang Produk Unggulan Daerah bisa ditindaklanjuti. Karena revisinya hanya perubahan yang sifatnya tidak fundamental. 


“Akhirnya ini kan secara tidak langsung kita butuh waktu lagi untuk melakukan koreksi,” ungkapnya.


Ia menjelaskan lebih jauh, bahwa sesuai Undang-undang No 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, semua produk hukum daerah wajib dilakukan harmonisasi. Sehingga proses pembentukan Perda tidak seperti dulu.


“Kalau dulu kita langsung konsultasi dan notabene segala macam koreksi saat proses Pansus. Kalau sekarang tidak, sebelum masuk ke tahap Pansus, wajib hukumnya ada harmonisasi dari Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Jawa Timur,”  ujarnya.