Cara Ibu di Banyuwangi kurangi Sampah di Lingkungan, Buat Kompos dan Terapkan Budaya Agroforestry

$rows[judul]



Keterangan Gambar : Istimewa

Banyuwangi - Semakin meningkatnya jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi produksi sampah di Bumi Blambangan per hari bisa mencapai 850 ton.

Dari jumlah tersebut, hanya 184 ton sampah yang mampu dikelola. Sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Sungguh sayang bila sampah itu tidak termanfaatkan dengan baik. Padahal bila ditinjau lebih jauh sampah itu bisa menghasilkan produk karya yang memiliki nilai ekonomis.

Hal itulah itulah yang mendorong ibu-ibu di Perumahan Griya Giri Mulya (GGM) di Kelurahan Klatak, Kalipuro, Banyuwangi melakukan tindakan kreatif.

Di momen Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023, ibu-ibu ini menggeber pembuatan pupuk kompos.

Selaras dengan “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri” yang diluncurkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Memang, gerakan ini dilakukan serentak secara nasional, tetapi ibu-ibu ini sudah konsisten membuat pupuk kompos sejak tahun 2013.

"Kami mulai buat tahun 2013, kami bisa buat karena dapat dampingan dari DLH," kata Ketua Kader Lingkungan Perum GGM, Ester Ni Komang Tiniwadi.

Hingga kini mereka masih tetap konsisten, bahkan juga semakin berkembang. Bahan yang digunakan untuk kompos adalah sampah dedaunan di lingkungan dan sampah rumah tangga.

Dibuat tanpa menggunakan bahan kimia. Untuk fermentasi ibu-ibu ini menggunakan bekas rendaman air beras atau juga lindi semacam cairan lendir berasal proses pembuatan kompos sebelumnya.

Lama waktu fermentasi biasanya mencapai 1 bulan. Di lingkungan ini per bulan kurang lebih ada 2 kwintal kompos yang berhasil diproduksi.

"Per masing-masing RT kami ada tong. Total keseluruhan ada 20 tong, per tongnya kapasitas 10 kilogram," ujarnya.

Kompos tersebut belum boleh diperjualbelikan. Kompos hasil produksi diberikan kembali kepada masyarakat.

Berawal dari kompos tersebut, warga di perum GGM memiliki budaya baru yakni budaya menanam. Tanpa sadar mereka sudah menerapkan konsep agroforestry.

Sebuah konsep mitigasi risiko dengan pengelolaan sumber daya yang memadukan penanaman tanaman kayu keras dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. 

Disini ada puluhan pohon mangga. Hampir disetiap rumah memiliki tanaman buah berkayu keras, tanaman obat maupun sayur-mayur.

"Rencananya kami melakukan gerakan tanam seribu sereh. Selain menjadi tanaman herbal, tanaman ini juga bisa mengusir nyamuk," tegasnya.

Selain kompos, kelompok ini juga akan berfokus untuk pengelolaan sampah plastik. Seperti dibuat kerajinan dan lain sebagainya.

Dalam kesempatan itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi Dwi Handayani, menyambut baik apa yang dilakukan oleh ibu-ibu di perumahan GGM.

Pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan kegiatan pengomposan.

"Kami ingin mengubah mindset dalam mengelola sampah khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan. Karena jika dikelola dengan baik, kompos ini bisa bernilai ekonomis," ujarnya.

Sasaran dari penuntasan sampah adalah meningkat kesejahteraan masyarakat dengan memperoleh lingkungan yang berkualitas baik, bersih, dan sehat, serta memperoleh manfaat kesempatan nilai ekonomi.

Ia juga berharap seluruh masyarakat Banyuwangi dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri.

"Kegiatan ini kami harap dapat menjadi momentum yang baik untuk pengolahan sampah organik yang lebih masif dalam rangka menuntaskan masalah sampah dengan partisipasi aktif masyarakat," ungkap Yani.

Yani menjelaskan, composting atau membuat kompos dari sampah organik merupakan aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan persampahan.

Sampah sisa makanan, sayuran, daun-daunan dari taman dan sebagainya dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman.

Pupuk kompos sangat penting karena kompos dapat menyuburkan tanah, menambah kandungan organik pada tanah yang berguna bagi kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur dan struktur tanah.

"Metode kompos ini dapat membuat sampah menjadi berkah, atau dengan kata lain menjadikan sampah sebagai bahan bernilai ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, atau dapat disebut sebagai bagian dalam pendekatan ekonomi sirkuler," ungkapnya.