Dispendik Banyuwangi Percayakan Nasib Guru Honorer pada Skema ASN Paruh Waktu

$rows[judul]



Keterangan Gambar : Ilustrasi guru honorer.

Banyuwangi – Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Suratno, percayakan nasib guru honorer pada pemerintah pusat. Pasalnya wacana pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan RB) yang sempat mengeluarkan wacana penghapusan tenaga honorer.

Meskipun akhirnya keputusan tersebut ditunda hingga Desember 2024 guna mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal terutama pada bidang guru. 

“Kita percaya pasti pemerintah memiliki rencana yang terbaik untuk temen-temen kmi yang honorer,” kata Suratno.


Baca Juga : Langkah Inovatif Poliwangi, Kembangkan Sistem HIPPAM Berbasis Teknologi

Suratno menjelaskan, dalam undang-undang ASN terbaru yang saat ini sedang dalam pembahasan rencana peraturan pemerintah (RPP), terdapat salah satu pasal yang mengurai bahwa ada 3 kategori ASN. Yaitu, pegawai negeri sipil (PNS), pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan ASN paro waktu yang dapat menggantikan istilah honorer.

”Bidang yang paling memungkinkan untuk menggunakan skema ASN paruh waktu adalah guru yang nantinya hitungan pendapatan akan berdasarkan akumulasi jam mengajar. Karena guru tidak harus selalu berada di sekolah saat tidak ada jam mengajar, sehingga waktu yang lain dapat dimanfaatkan dengan optimal untuk menambah pendapatan melalui pekerjaan lain,” jelasnya.

Meski tenaga honorer dihapuskan, Suratno tak memungkiri bahwa jasa sekitar 3 ribu guru honorer di Banyuwangi sangat dibutuhkan. Mereka berjasa membantu mencerdaskan generasi penerus. Terkait hal tersebut, Suratno juga telah menyampaikan kepada guru-guru non PNS berkaitan skema yang ada sehingga kepanikan yang sempat terjadi dapat berkurang.

”Amanahnya, tidak boleh ada pengurangan insentif, tidak dikurangi honornya, serta tidak boleh menambah honorer baru agar tidak membebani pemerintah daerah,” tandasnya.

Kini, pihaknya pun masih menunggu kepastian terkait hal tersebut melalui surat edaran, peraturan pemerintah (PP), atau Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).

”Semoga ada keputusan yang terbaik untuk teman-teman kami yang honorer. Karena keberadaan mereka di sekolah juga sangat dibutuhkan. Kami mendukung kebijakan yang dapat meningkatkan status mereka untuk peningkatan kesejahteraan,” pungkasnya. (*)