BANYUWANGI - Kasus pemerasaan yang melibatkan oknum pengacara berinisial ES di Banyuwangi terus bergulir. Kasus ini sudah dua kali disidangkan, salah satunya hari ini, Kamis (3/10) dengan agenda memintai keterangan saksi.
Menanggapi kasus ini, Ketua tim kuasa hukum ES, Hendra Prastowo mengaku menyayangkan langkah Polresta Banyuwangi yang terlalu tergesa-gesa dalam menentukan sikap dalam kasus ini.
Dia menjelaskan, bahwa ES bertindak sesuai permintaan kliennya. ES bertindak melaksakan profesinya untuk menyele saikan perkara di luar pengadilan. Dia mempunyai surat kuasa dari klien. Meminta pembayaran juga atas perintah kliennya.
"Yang meminta uang dengan nominal itu klien ES. Artinya dia tidak bertindak secara pribadi," kata Hendra.
Hendra menjelaskan, ES ditelepon kliennya pada tanggal Minggu (2/6/2024) Pada saat itu, ES diminta mendampingi kliennya atas perkara yang dihadapi. Saat itu juga kliennya bertindak secara pribadi melapor ke Polsek Genteng.
"ES berupaya menyelesaikan kasus kliennya di luar pengadilan dengan menghubungi terlapor berinisial FZA. Sesuai isi surat kuasa yang telah dihadapi," bebernya.
Dikatakan Hendra, kliennya meminta FZA untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp 100 juta agar laporan- nya di Polsek Genteng juga dicabut. "Yang meminta uang dengan nominal tersebut klien ES, makanya ES tidak bertindak secara pribadi,"
ungkapnya.
Singkat cerita, FZA menyepakati nominal yang diminta oleh kliennya. FZA memang sempat menitipkan uang sebesar Rp 20 juta kepada ES. Sedangkan untuk kekurangannya akan diserahkan pada Kamis malam (6/6).
"Saat penyerahan atau pelunasan itulah, ES mendadak ditangkap atas tuduhan pemerasan," tegasnya.
Hendra menambahkan, selama ditangkap ES juga tidak didampingi kuasa hukumnya. Bahkan, ES lang sung ditetapkan sebagai tersangka. "Makanya kita berharap aparat penegak hukum kembali menguji perkara tersebut, di mana profesi advokad juga dilindungi undang-undang," pintanya.